Kata "Anja*" Boleh Diucapkan (?)
- Fransiska Arisandi
- Jun 28, 2020
- 3 min read
Updated: Sep 9, 2020
Sekadar beropini, setiap orang bebas beropini, bukan?

Sebenarnya segala yang kita ucapkan menunjukkan kebiasaan atau budaya kita. Lingkungan sekitar juga sangat memengaruhi ucapan-ucapan yang sering kita lontarkan. Bahkan apa yang kita ucapkan itu bukti nyata dari apa yang kita pikirkan. Contohnya saja Ketika kita sedang jatuh cinta maka tidak hentinya kita akan menceritakan sosok yang kita cintai tersebut. Lalu, apa hubungannya dengan kata “anja*” yang sedang ramai diperbincangkan hingga menjadi pro dan kontra?
Mau tidak mau, bahasa adalah cerminan diri. Kaum intelektual atau akademisi tentu sungguh tidak pantas mengucapkan kata-kata yang kotor, kasar, maupun yang tidak mendidik. Sama halnya dengan tokoh publik yang dikenal banyak orang dan tidak jarang menjadi teladan berbahasa masyarakat, apalagi segala hal yang dilakukan maupun yang diucapakan oleh kalangan artis sangat mudah menyebar dan dikonsumsi semua kalangan masyarakat, dari yang kecil hingga dewasa. Hal inilah, yang perlu kita jadikan sorotan.
Penggunaan bahasa harus melihat dari 2 ranah, ada bahasa yang benar, ada bahasa yang baik. Apa bedanya?
Bahasa yang Benar
Bahasa yang benar berarti bahasa yang sesuai dengan kaidah atau aturan-aturan yang berlaku secara konvensional atau sudah diresmikan. Misalnya penggunaan bahasa Indonesia yang benar ya bahasa atau kata-kata yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa yang efektif, dengan tanda baca dan ejaan yang tepat sesuai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI, pengganti EYD).
Bahasa yang Baik
Bahasa yang baik berarti bahasa yang sesuai konteks, misalnya ketika kita di sekolah dalam lingkup formal tentu kita akan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, apalagi berbicara kepada guru tentu harus dengan gaya bahasa santun. Akan berbeda jika kita berada di pasar, tidak mungkin kita menggunakan bahasa Indonesia baku untuk membeli atau menawar, “Permisi, Bapak penjual sayur, apakah saya boleh membeli 2 kg beras? Harganya berapa ya, Bapak? Mohon maaf, terima kasih.” Akan menjadi bahasa yang tidak baik jika kita menggunakan bahasa yang formal di lingkup pasar, tentu tidak efisien, antrean pembeli sudah berjibun terlalu lama menunggu 1 pembeli menyelesaikan kalimatnya. Bisa dibayangkan?
Nah, itu contoh penggunaan bahasa yang baik, harus disesuaikan dengan konteks.
Lagi-lagi, apa kaitannya dengan penggunaan kata “anja*”? Ketika kita akan menggunakan kata tersebut kita lihat dulu konteksnya, tentu kita tidak boleh sembarangan menggunakan kata tersebut jika berada dalam lingkup formal, meski ke teman sendiri, pengucapan kata tersebut akan menjadi bahasa yang tidak baik. Tetapi ketika berbicara dalam lingkup santai atau disebut ragam cakapan, sah-sah saja, boleh-boleh saja, jika lingkunganmu terbiasa menggunakan kata tersebut. Namun, harus diingat, Kembali ke bahasa cerminan diri dan bahasa itu budayamu. Kalau kamu sering mengucapkan kata-kata kasar bisa jadi orang lain mengecapmu orang yang kurang moral atau kurang sopan-santun, karena orang lain bebas berasumsi.
Maka, akan lebih baik jika kata-kata tersebut tidak semakin dipopulerkan. Oleh sebab itu, janganlah sering menggunakan kata tersebut apalagi ditambahkan dengan emosi yang meluap-luap. Contohnya dalam konteks kamu sedang jalan-jalan, lalu melihat ada anjing lucu dan kamu mengucapkan kalimat, “Wah, itu anjing siapa ya?” Akan menjadi hal yang berbeda Ketika dalam konteks kamu marah karena ada orang yang buang sampah sembarangan lalu kamu mengatakan, “Dasar, anj*ng!” Tentu maknanya juga akan berbeda.
Ada banyak kata lain kok yang mampu menggambarkan ekspresi kalian. Rasanya miris juga kalau di mana-mana, generasi muda dengan sangat enteng mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya tidak patut. Apalagi public figure yang mudah ditiru oleh masyarakat sejagad ini. Ayo kita kembalikan nama Indonesia yang terkenal di mata dunia sebagai negara yang ramah, sopan, dan menjaga tata krama. Anak muda boleh bebas berekspresi, tetapi ingat ya, perhatikan konteks! Tetap berbahasalah santun kepada orang yang lebih tua!
Jadi, kata “anja*” boleh digunakan atau tidak? Bisa disimpulkan sendiri ya!
Comments